7 Fitur Aksesbilitas yang Sepele Tapi Harus Jadi Standar Baru di Semua Game_2
Video game tak lagi menjadi “mainan anak-anak”. Video game telah menjangkau berbagai orang mau itu muda atau tua, laki-laki atau perempuan, sehat atau juga lahir dengan disabilitas. Dengan semakin luas diversitas gamer di seluruh dunia, sayangnya tak semua game dapat diakses. Namun developer saat ini mulai mencoba untuk membuat game mereka semakin mudah diakses lewat berbagai opsi aksesibilitas mau itu kecil atau besar dampaknya.
Terkadang kita kurang mengapresiasi sesuatu hingga ia sudah tidak ada lagi, dan pada artikel ini, kami akan membicarakan fitur-fitur aksesibilitas yang kesannya sepele tapi miliki dampak besar. Bahkan jika kamu tidak menggunakan atau bahkan mempedulikannya, mereka tetap harus menjadi standar baru yang harus diterapkan untuk semua game baru.
Daftar isi
Smart Ping
Game multiplayer khususnya yang bersifat kompetitif selalu mengajak pemainnya untuk berkomunikasi untuk raih teamwork dan teamplay yang terbaik. Berbicara dan mengasih intel dengan teman mungkin mudah-mudah saja, tetapi ketika bersama orang asing? Beberapa dari kita mungkin ada yang merasa gugup dan mengalami social anxiety. Atau bayangkan juga mereka yang bisu, bagaimana mereka dapat memberi tahu tim mereka apabila tak mampu untuk mengekspresikannya secara verbal?
Apex Legends menjadi game yang merevolusioner sistem komunikasi non-verbal dalam game lewat sistem ping mereka. Dengan kumpulan ping yang bervariatif dan selalu menyesuaikan dengan apa yang kamu tandai, kamu dapat bermain game secara kompak tanpa harus menyalakan mic. Tak hanya itu, karakter juga sering menyuarakan ping untuk mewakili apa yang kamu maksud. Fitur ini kemudian telah diterapkan dalam game-game lain seperti Rainbow Six Siege dan Sea of Thieves. Harapnya sistem ping pintar ini akan menjadi standar baru untuk semua game multiplayer kedepannya.
Customizable Subtitle
Terkadang untuk menghindari hilangnya immersion, kamu ingin game yang kamu mainkan terlihat sepolos mungkin dari keberadaan teks dan HUD sebisa mungkin. Namun tiap orang memiliki keperluan yang berbeda. Beberapa orang terlahir dengan pendengaran yang kurang atau juga belum fasih dalam bahasa asing. Maka subtitle masih menjadi fitur yang dinyalakan oleh banyak orang.
Yang menjadi masalah ialah tiap developer miliki cara masing-masing dalam implementasi subtitle mau itu dari font, ukuran, warna, dan lain-lain. Kini bayangkan apabila kamu dapat mengatur sendiri subtitle tersebut semaumu.
Life is Strange dan Rise of the Tomb Raider menjadi dua game pertama yang saya pikirkan akan fitur ini. Kedua game miliki opsi untuk mengatur besar subtitle, warna teks, letterbox, opsi untuk memuat closed captions, dan masih banyak lagi. Memang kamu tidak akan memakainya, tetapi akan banyak orang yang dapat mengapresiasi adanya pilihan untuk mempermudah mereka mengerti dialog dan cerita yang dipersembahkan game.
Kontrol Remappable (Tombol Dapat Digonta-ganti)
Dengan semakin kompleks sebuah game, semakin sulit untuk menampung semua aksi dalam satu periferal kontrol. Terkadang apa yang diimplementasi oleh developer alias default control sudah dianggap menjadi yang “terbaik”, tetapi akan selalu ada satu dua orang yang merasa tidak nyaman pada penempatan tombol tertentu.
Contoh termudahnya saja, banyak di antara kita yang lebih nyaman menggunakan CTRL untuk menunduk, tetapi bagi saya pribadi yang memiliki jari kelinking yang lemah, saya kesulitan untuk menekan CTRL dan bahkan sering melakukannya dengan jempol. Pada akhirnya tombol C menjadi pilihan yang lebih nyaman bagi saya.
Overwatch mungkin menjadi dua game dengan sistem kontrol remappable yang paling saya acungi jempol. Game tersebut memperbolehkan kamu untuk miliki setup kontrol berbeda untuk tiap karakter, memberimu kebebasan dan kenyamanan untuk menyesuaikan diri dengan tiap karakter.
Idealnya ialah semua aksi harus dapat diubah secara manual tombolnya, jangan sampai ada satupun yang hardcoded dan tidak dapat diubah sama sekali. Opsi ini juga memberikan potensi untuk banyak gamer dengan disabilitas untuk dapat mengakses game dengan lebih baik dengan periferal kontrol yang seperti Adaptive Controller.
Opsi Buta Warna yang Beragam
Saya pribadi bukan seseorang dengan buta warna, namun saya sangat mengerti kesulitan bermain oleh mereka yang menghidap hal tersebut. Untungnya perlahan-lahan semakin banyak game yang memberikan opsi detil untuk mereka dengan buta warna mulai dari Protanopia, Protanomaly, Deuteranopia, dan lain-lain.
Pada saat artikel ini ditulis, ada sekitar 133 game yang telah mendukung opsi aksesibilitas tersebut. Khususnya pada game kompetitif seperti Apex Legends dan Fortnite, keberadaan opsi ini sangatlah membantu mereka dalam menanggapi visual cue yang mereka lihat.
Filter Fobia
Game dapat menggarap latar, semesta, dan cerita fiksi apapun. Namun terkadang beberapa aspek di game sering memicu fobia pemain tanpa disadari oleh developer. Harapnya ada pengertian lebih dalam aspek fobia ini dan memberikan pemain opsi untuk melawannya seperti yang dilakukan oleh Grounded dari Obsidian Games.
Game survival ini memberikan opsi anti-arachnophobia bagi mereka yang memiliki rasa takut dengan laba-laba. Dengan fitur ini dinyalakan, si makhluk berkaki delapan itu dapat dihilangkan beberapa aspek tubuhnya mulai dari mata, kaki, dan lain-lain. Dari sepengetahuan saya, baru game ini yang milili opsi filter fobia. Kita lihat saja apakah bakal ada lebih banyak game lain yang terinspirasi untuk lakukan demikian.
Manual Saving (Atau Bahkan Autosave 24/7)
Game bukan lagi mainan anak-anak, kita yang dewasa juga ingin memainkannya. Tetapi yang menjadi masalah ialah kita punya tanggung jawab dan perkerjaan untuk dilakukan, membuat waktu bermain tidak lagi seleluasa dulu lagi.
Game semakin hari semakin lama untuk diselesaikan, dan tiap diantaranya miliki cara masing-masing untuk menyimpan progres. Beberapa ada yang menggunakan scripted checkpoint, tempat atau alat khusus seperti Resident Evil, atau save manual. Bagaimana semua game miliki opsi yang terakhir? Memang tidak bisa dipaksakan melihat beberapa game memang secara desain dibuat untuk sistem save tertentu, tetapi tak jarang ketika bermain kamu ditemui dengan masalah khusus mau itu soal kerja, keluarga atau lain-lain, dan tidak mungkin kamu ingin membuat mereka menunggu dulu sampai kamu temukan tempat “mesin ketik” terdekat.
Lebih baik lagi, bagaimana jika game selalu menyimpan tiap progresmu setiap saat layaknya Dark Souls atau Genshin Impact, maka kalau kamu mendadak harus pergi, kamu bisa “rage quit” dan lanjut di posisi yang sama ketika kembali bermain.
Lagi-lagi, fitur ini mungkin lebih opsional ketimbang semua yang telah disebutkan diatas. Tetapi selalu diapresiasi ketika developer mengerti akan waktu yang dimiliki pemain mereka.
Pause Cutscene
Mungkin tak bisa dikategorikan sebagai fitur aksesibilitas tapi tetap tak kalah penting dan sering dilupakan oleh banyak developer. Sudah menjadi hukum wajib bagi semua game khususnya yang fokus pada aspek cerita untuk memperbolehkan pemain pause cutscene ketika menekan tombol START atau ESC, dan bukan malah skip cutscene tersebut.
Terkadang pemain ada urusan mendadak selama cutscene diputar, mau itu ada peristiwa mendadak di rumah, mau ambil break karena haus atau lapar, atau dipanggil ibu buat beli bumbu di warung. Kita ingin tahu jalan cerita game, jangan malah langsung loncat ke gameplay lagi dan buat pemain kehilangan konteks akan kenapa si X mendadak dikejar kelompok mafia.
Baca pula informasi lainnya beserta dengan kabar-kabar menarik lainnya seputar dunia video game dari saya, Muhammad Maulana.
For further information and other inquiries, you can contact us via author