Jakarta (ANTARA) – Direktur Pengendalian Aplikasi Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Ditjen APTIKA Kemenkominfo),
Teguh Arifiyadi mengungkap bahwa pihaknya akan menindak tegas penyedia jasa yang terindikasi terlibat dalam praktik judi online.
“Jika ada indikasi pelanggaran, kami akan memberikan teguran pertama. Namun, jika tidak terdaftar (PSE) dan ada indikasi digunakan sebagai sarana judi online kami akan melakukan pemutusan secara langsung tanpa teguran," kata Teguh dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Komitmen Satgas Berantas Judi Online’, Senin.
Penindakan tegas tersebut didasari acuan data terbaru Kominfo, dimana transaksi judi online telah mencapai angka hampir Rp400 triliun, dengan jumlah pemain yang meningkat tajam menjadi tiga juta orang.
Teguh menyampaikan bagi penyelenggara sistem khususnya barang dan jasa serta transaksi keuangan diwajibkan untuk melakukan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Jika tidak, maka kemenkominfo memiliki kewenangan untuk pemutusan akses.
Baca juga: Kemenkominfo gunakan AI untuk bantu berantas judi online
Baca juga: Kemenkominfo : 21 PSE jasa pembayaran bukan terindikasi judi online
Di sisi pencegahan, upaya pemberantasan oleh kementerian sudah dilakukan secara masif. Ada tiga strategi utama yang digunakan Satgas untuk mencegah penyebaran judi online.
Pertama, menggunakan mesin web crawler berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk mendeteksi situs-situs judi.
Kedua, melakukan patroli manual untuk menemukan anomali yang luput dari deteksi mesin. Terakhir, melakukan tindakan lanjutan berdasarkan pengaduan dari masyarakat.
“Kami sudah melakukan pemutusan akses terhadap berbagai situs dan aplikasi, tetapi Kementerian Kominfo tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada dukungan dari hulu hingga hilir," ujar Teguh .
Meskipun demikian, lanjut Teguh, para bandar judi online semakin pintar dalam menutupi jejak mereka. Setiap kali satu situs diblokir, muncul metode baru yang digunakan para pelaku untuk menghindari pemblokiran.
“Biasanya masyarakat ini akan melaporkan tren-tren judol terbaru sehingga kita bisa meng-upgrade mesin kita untuk mendeteksi celah judol,” jelasnya.
Hal ini terlihat dari data selama 7 tahun terakhir, di mana Kemenkominfo telah memblokir 3,8 juta aplikasi judi online, dengan 2 juta di antaranya berhasil diblokir dalam satu tahun terakhir.
“Tidak hanya terus memperbarui keyword, mereka bahkan meretas situs-situs resmi, seperti situs (pemerintahan dan perguruan tinggi) dengan domain go.id dan ac.id. Kami terus mempelajari modus operandi mereka dan selalu siap dengan tim yang berdedikasi untuk menangani kasus ini,” ungkap Teguh.
Teguh menegaskan edukasi menjadi elemen utama dalam upaya pemberantasan judi online. Sebab, semasif apapun pemblokiran yang dilakukan kominfo, jika literasi masyarakat tidak ditingkatkan, maka judi online akan terus menjadi menghantui.
“Sebagai contoh, tak jarang masyarakat yang kerap tak bisa membedakan antara judi online dan game online. Padahal ciri utama dari judi online, adanya sistem deposit dan cash out, baik langsung maupun tidak langsung,” jelasnya.
Baca juga: Kemenkominfo: Upaya berantas judi online harus libatkan multisektor
Baca juga: Menkominfo gaungkan perjuangan berantas judi online di HUT ke-79 RI
Baca juga: Menkominfo: Percepat penerapan enam jurus berantas judi online